PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa
Indonesia merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang sudah dipakai oleh masyarakat
Indonesia sejak dahulu sebelum Belanda menjajah Indonesia. Cikal bakal bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara berawal dari pernyataaan
sikap politik pemuda nusantara dengan ikrar sumpah pemuda. Dalam
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, disamping menjadi alat
komunikasi antar etnis yang mempunyai bahasa daerah masing-masing sebagai
bahasa pertama, bahasa Indonesia juga telah menjadi alat komunikasi efektif
bagi terjalinnya hubungan antar etnis di Indonesia. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang bahasa baku cukup penting untuk mempelajari bahasa
Indonesia secara menyeluruh yang akhirnya bisa diterapkan dan dapat digunakan
dengan baik dan benar sehingga identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak
akan hilang.
Bahasa Indonesia perlu dipelajari
oleh semua lapisan masyrakat. Tidak hanya pelajar dan mahasiswa saja, tetapi
semua warga Indonesia wajib mempelajari bahasa Indonesia. Dalam bahasan
Indonesia itu ada yang disebut bahasa baku. Dimana bahasa baku merupakan standar
penggunaan bahasa yang dipakai dalam bahasa Indonesia. Istilah bahasa baku
telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun
pengenalan istilah tidak menjamin bahwa mereka
memahami secara komprehensif konsep dan makna istilah bahasa baku itu. Hal
ini terbukti bahwa masih banyak orang atau masyarakat berpendapat bahasa baku
sama dengan bahasa yang baik dan benar. “Kita berusaha agar dalam situasi resmi
kita harus berbahasa yang baku. Begitu juga dalam situasi yang tidak resmi
kita berusaha menggunakan bahasa yang baku”. (Pateda, 1997 : 30).
Slogan “pergunakanlah bahasa
Indonesia dengan baik dan benar”, tampaknya mudah diucapkan, namun maknanya
tidak jelas. Slogan itu hanyalah suatu retorika yang tidak berwujud nyata,
sebab masih diartikan bahwa di segala tempat kita harus menggunakan bahasa
baku. Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa hal yang menarik
untuk dibahas tentang pengertian kata baku, pengertian kata tidak
baku, fungsi kata baku, ciri-ciri kata baku, pemakaian bahasa Indonesia dengan
baik dan benar, serta contoh-contoh kata baku dan kata tidak baku. Banyak
sekali penggunaan kalimat yang kita gunakan tetapi kita tidak menyadari kalau
penggunaan tersebut kurng tepat dan hal tersebut tanpa kita sadari merubah
makna , penulisan, dan pengucapannya.
Seseorang yang mengetahui suatu kata tetapi tidak mampu
merangkanya berarti tidak mengetahui makna kata tersebut. Dan hal itu bisa
menyebabkan kesalahan dalam penulisan dalam kalimat. Pengaruh bahasa asing dan
bahasa daerah juga menjadi penyebab munculnya kesalahan dalam penyusunan
kalimat. Ditambah lagi dngan minimnya pengetahuan masyarakat mengenai tata bahasa
Indonesia . maka tidak jarang seseorang merasa kesulitan dalam membedakan kata
baku dan tidak baku.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian
kata baku dan tidak baku
2.
Fungsi
bahasa baku dan bahasa tidak baku
3.
Ciri
– ciri bahasa baku dan tidak baku
4.
Unsur
serapan dalam bahasa baku
5.
Kata
baku dalam berbagai segi
6.
Contoh
kata baku dan tidak baku
C. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan
untuk :
1. Mengetahui pengertian kata baku dan tidak
baku
2. Mengetahui fungsi bahasa baku dan bahasa
tidak baku
3. Mengetahui ciri - ciri bahasa baku dan bahasa tidak baku
4. Mengetahui unsur serapan dalam
bahasa baku
5. Mengetahui kata baku dalam berbagai
segi
6. Mengetahui contoh – contoh kata baku
dan kata tidak baku
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Kata Baku
Kata baku adalah
kata yang digunakan yang sesuai dengan pedoman atau kaidah bahasa yang telah di
tentukan maupun ejaan bahasa Indonesia dan sumber utama dari bahasa baku yaitu
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kata baku umumnya sering digunakan pada
kalimat yang resmi, baik itu dalam suatu tulisan maupun dalam pengungkapan
kata-kata.
B.
Definisi
Kata Tidak Baku
Kata tidak baku adalah kata yang
digunakan tidak sesuai dengan pedoman atau kaidah bahasa Indonesia. Biasanya
kata tidak baku sering digunakan saat percakapan sehari-hari atau dalam bahasa
tutur. Ketidakbakuan suatu
kata bukan hanya ditimbulkan oleh salah penulisan saja, akan tetapi bisa juga
disebabkan oleh pengucapan yang salah dan penyusunan suatu kalimat yang tidak
benar.
C.
Fungsi Bahasa Baku
Menurut Hasan Alwi, dkk
(2003:15) bahasa baku mendukung empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi pemersatu
Indonesia terdiri dari beragam suku
dan bahasa daerah. Jika setiap masyarakat menggunakan bahasa daerahnya, maka
dia tidak dapat berkomunikasi dengan masyarakat dari daerah lain. Fungsi bahasa
baku yaitu menghubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan
demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bangsa.
2. Fungsi pemberi kekhasan
Suatu bahasa baku membedakan bahasa
itu dari bahasa yang lain. Melalui fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan
kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan.
3. Fungsi pembawa kewibawaan
Pemilikan bahasa baku membawa serta
wibawa atau prestise. Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha orang
mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi lewat pemerolehan
bahasa baku sendiri. Penutur atau pembicara (masyarakat) yang mahir berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar memperoleh wibawa di mata orang lain.
4. Fungsi kerangka acuan
Sebagai kerangka acuan bagi
pemakaian bahasa dengan adanya norma dan kaidah (yang dikodifikasi) yang jelas.
Norma dan kaidah itu menjadi tolak ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa
seseorang atau golongan.
D.
Fungsi Bahasa Tidak Baku
Bahasa tidak baku adalah bahasa yang digunakan dalam
kehidupan santai (tidak resmi) sehari-hari yang biasanya digunakan pada
keluarga, teman, dan di pasar. Fungsi penggunaan bahasa nonbaku adalah untuk
mengakrabkan diri dan menciptakan kenyamanan serta kelancaran saat
berkomunikasi (berbahasa).
E.
Ciri-Ciri Bahasa Baku
Menurut Hasan Alwi, dkk (2003:14)
ciri-ciri bahasa baku terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Ragam bahasa baku memiliki sifat
kemantapan dinamis, yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Baku atau standar
tidak dapat berubah setiap saat.
2. Memiliki sifat kecendikian.
Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar
mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal.
3. Baku atau standar beranggapan adanya
keseragaman. Proses pembakuan sampai taraf tertentu berarti proses penyeragaman
kaidah, bukan penyamaan ragam bahasa, atau penyeragaman variasi bahasa.
Ciri-ciri lain bahasa baku adalah:
1. Tidak terpengaruh bahasa daerah;
2. Tidak dipengaruhi bahasa asing;
3. Bukan merupakan ragam bahasa
percakapan sehari-hari;
4. Pemakaian imbuhannya secara
eksplisit;
5. Pemakaian yang sesuai dengan konteks
kalimat;
6. Tidak terkontaminasi dan tidak
rancu.
F.
Ciri – Ciri Bahasa Tidak Baku
Bahasa nonbaku juga memiliki ciri khas yaitu:
1. Memiliki arti yang sama, walaupun
terkesan berbeda dengan bahasa baku
2. Dapat terpengaruh oleh perkembangan zaman
3. Dapat terpengaruh oleh bahasa asing
4. Digunakan pada situasi santai/tidak
resmi
G. Unsur
Serapan
Kata-kata dalam bahasa Indonesia ada yang diserap dari berbagai unsur bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Di bawah ini sumber-sumber bahasa yang dapat dipergunakan
Kata-kata dalam bahasa Indonesia ada yang diserap dari berbagai unsur bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Di bawah ini sumber-sumber bahasa yang dapat dipergunakan
a. Bahasa Indonesia/Melayu
Kosa kata umum Bahasa Indonesia/ Melayu dapat dijadikan sumber bahan istilah bila memenuhi syarat-syarat berikut:
Kosa kata umum Bahasa Indonesia/ Melayu dapat dijadikan sumber bahan istilah bila memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Kata yang paling tepat dan tidak
menyimpang maknanya jika ada dua kata atau lebih yang mempunyai makna hampir
sama.
Contoh:
Bea : Pajak barang masuk dan keluar
Cukai : Pajak kecil perusahaan atau industri
Pajak : Iuran wajib dari rakyat sebagai sumbangan kepada Negara
Contoh:
Bea : Pajak barang masuk dan keluar
Cukai : Pajak kecil perusahaan atau industri
Pajak : Iuran wajib dari rakyat sebagai sumbangan kepada Negara
2. Kata yang paling singkat, jika ada dua
kata atau lebih yang mempunyai tujuan sama
Contoh:
Perlindungan politik = Suaka politik
Perbendaharaan kata = Kosa kata
Contoh:
Perlindungan politik = Suaka politik
Perbendaharaan kata = Kosa kata
3. Kata yang bernilai rasa baik dan sedap
didengar
Contoh:
Pemandu wisata = penunjuk jalan
Pembantu rumah tangga = babu
Pekerja = Karyawan
Contoh:
Pemandu wisata = penunjuk jalan
Pembantu rumah tangga = babu
Pekerja = Karyawan
4. Kata umum yang diberi makna baru atau
makna khusus dengan jalan menyempitkan atau meluaskan makna asalnya
Contoh:
Dini, dini hari = belum waktunya/awal sekali. Dini yang semula hanya terdapat dalam gabungan kata dini hari, diberi arti baru.
Menggalakkan, yang semula berarti menjadi galak, diberi arti baru mendorong/memberi semangat.
Contoh:
Dini, dini hari = belum waktunya/awal sekali. Dini yang semula hanya terdapat dalam gabungan kata dini hari, diberi arti baru.
Menggalakkan, yang semula berarti menjadi galak, diberi arti baru mendorong/memberi semangat.
b. Bahasa Daerah
Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional tidak dapat melepaskan diri dari pendirian unsur-unsur bahasa daerah, karena bahasa Indonesia merupakan cermin kebudayaan nasional. Sumbangan bahasa daerah terutama megenai kosa kata, bukan main banyaknya baik yang sudah diterima menjadi marga bahasa Indonesia maupun belum digali atau belum diketahui bagi penyempurnaan bahasa Indonesia itu sendiri.
Beberapa contoh sumbangan kata-kata yang berasal dari bahasa daerah yang mengisi kota kata bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional tidak dapat melepaskan diri dari pendirian unsur-unsur bahasa daerah, karena bahasa Indonesia merupakan cermin kebudayaan nasional. Sumbangan bahasa daerah terutama megenai kosa kata, bukan main banyaknya baik yang sudah diterima menjadi marga bahasa Indonesia maupun belum digali atau belum diketahui bagi penyempurnaan bahasa Indonesia itu sendiri.
Beberapa contoh sumbangan kata-kata yang berasal dari bahasa daerah yang mengisi kota kata bahasa Indonesia.
1. Tuntas : berasal dari bahasa Jawa yang
telah dijadikan istilah bahasa Indonesia yang berarti selesai sepenuhnya.
2. Kadaluarsa : berasal dari bahasa Jawa
yang berarti habis batas waktunya/tidak berlaku lagi.
3. Pesangon : berasal dari bahasa Jawa yang
berarti bekal untuk keperluan di perjalanan.
4. Lugas : berasal dari bahasa Jawa yang berarti
apa adanya/tidak berbelit-belit.
5. Nyeri : berasal dari bahasa Sunda yang
menunjukkan pengertian merasa sakit pada salah satu bagian tubuh.
c. Bahasa Asing
Sumber bahasa asing dipergunakan bila bahan pembentukan istilah yang diinginkan tidak ada/tidak ditemukan dalam bahasa melayu. Ada dua dasar umum yang perlu diperhatikan dalam proses penyerapan istilah yang berasal dari bahasa Asing, yaitu:
Sumber bahasa asing dipergunakan bila bahan pembentukan istilah yang diinginkan tidak ada/tidak ditemukan dalam bahasa melayu. Ada dua dasar umum yang perlu diperhatikan dalam proses penyerapan istilah yang berasal dari bahasa Asing, yaitu:
1. Bila diperlukan istilah yang diserap
dari bahasa asing, maka bahasa sumber utama yang dipakai adalah bahasa Inggris.
Hal ini diambil atas dasar pertimbangan bahwa bahasa Inggris adalah salah satu
bahasa yang diakui dan dipakai oleh Perserikatan Bangsa Bangsa dan diakui sebagai
bahasa antar bangsa di dunia.
2. Bila istilah asing yang diperlukan itu
tidak dapat diganti dengan kata-kata yang terdapat dalam bahasa Indonesia maupun
bahasa daerah, maka istilah asing kita ambil dengan memperhatikan bentuk
visualnya/ tulisannya bukan ucapannya.
H.
Kata Baku Dalam Berbagai Segi
1. Baku dari Segi Lafal
Lafal baku bahasa Indonesia adalah
lafal yang tidak “menampakkan” lagi ciri-ciri bahasa daerah atau bahasa asing.
Lafal yang tidak baku dalam bahasa lisan pada gilirannya akan muncul pula dalam
bahasa tulis karena penulis terpengaruh oleh lafal bahasa lisan itu. Contoh
Enem-Enam, Gubug-gubuk, dudu’-duduk dll.
2. Baku dari Segi Ejaan
Ejaan bahasa Indonesia yang baku
telah diberlakukan sejak tahun 1972 dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD). Oleh karena itu, semua kata yang tidak ditulis menurut
kaidah yang diatur dalam EYD adalah kata yang tidak baku. Kata yang ditulis
sesuai dengan aturan EYD adalah kata yang baku. Contoh : ekpres-ekspres,
komplek-kompleks, sistim-sistem, do’a-doa, jum’at-Jumat, jadual-jadwal, nasehat-nasihat,
apotik-apotek, kwalitas-kualitas, kosa kata-kosakata, wali kota-walikota,
aktip-aktif, standardisasi-standarisasi, sub-judul-subjudul, dll.
3. Baku dari Segi Gramatikal
Secara gramatikal kata-kata baku ini
harus dibentuk menurut kaidah-kaidah gramatikal. Contoh : Beliau ngontrak
rumah di Gresik. Gubernur tinjau daerah longsor. Dia punya kedudukkan
penting di kantor itu. Tolong bikin bersih ruangan ini.
4. Baku dari Segi Nasional
Kata-kata yang masih bersifat
kedaerahan, belum bersifat “nasional” hendaknya jangan digunakan dalam karangan
ilmiah. Kalau kata-kata dari bahasa daerah itu sudah bersifat nasional,
artinya sudah menjadi bagian dari kekayaan kosakata bahasa Indonesia boleh saja
digunakan. Contoh : lempeng-lurus, ndak, nggak-tidak, banget-sekali, sangat semrawut-kacau,
manut-menurut, mudun-turun, ngomong-bicara, dll.
5. Baku dari Bahasa Asing
Kata serapan dari bahasa asing
disebut baku apabila ejaannya telah dibuat menurut pedoman penyesuaian ejaan
bahasa asing seperti yang disebutkan dalam EYD maupun dalam buku Pedoman
Pembentukan Istilah. Contoh : standard-standar, standardisasi-standarisasi,
kolektip-kolektif certifikat-sertifikat, analisa-analisis, kwantitas-kuantitas,
konsekwen-konsekuen, dll. Namun, perlu diperhatikan penyesuaian dari bahasa
asing yang tidak ditulis dengan huruf latin (seperti bahasa Arab dan bahasa Cina)
ada yang disebut transkripsi dan tranliterasi. Transkripsi adalah penulisan
sesuai dengan “bunyi”, sedangkan transliterasi adalah penyesuaian huruf demi
huruf. Umpamanya, dari bahasa Arab secara transkripsi ditulis attakwa, arrahman,
annisa; dan secara transliterasi ditulis al-taqwa, al-rahman, dan al-nisa.
I. Beberapa
contoh kata baku dan tidak baku
1.
Contoh kata baku
Misalnya seperti: aktif, pasif, apotek, efektif, karena, foto,
biosfer, bus, objek, november, praktik, negeri, teknik, daftar, nasihat dan
lain-lain. Kalimatnya: Pada hari ini saya akan keluar kota.
2.
Contoh kata tidak baku
Misalnya seperti: aktip, pasip, apotik, efektip, karna, poto,
biosfir, bis, obyek, nopember, praktek, negri, tekhnik, nasehat dan lain-lain.
Kalimatnya: Saya akan keluar kota pada hari ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata baku adalah kata-kata yang lazim digunakan dalam
situasi formal atau resmi yang penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah yang dibakukan.
Kaidah standar yang dimaksud dapat berupa pedoman ejaan (EYD). Kriteria kata
baku atau baku tidaknya sebuah kata dapat dilihat dari segi lafal, ejaan,
gramatika, dan kenasionalannya.Kalimat baku harus logis, subyek jelas, tidak
ada unsur sia-sia, dan tidak terpengaruh bahasa daerah. Definisi baku dibedakan
dari segi lafal, ejaan, gramatikal, nasional,dan segi bahasa asing. Adapun
sebab-sebab ketidak bakuan diantaranya adalah kesalahan dalam pelesapan imbuhan
awalan dan akhiran, pemborosan kata, pengunaan bahasa Jawa, kesalahan
pembentukan kata, dan ketidaktepatan pemilihan kata. Kata baku memiliki
ciri-ciri yang sesuai dengan konteks kalimat yang dipakai, tidak tekontaminasi,
tidak rancu, eksplisit, dan tidak termasuk daalam ragam percakapan.
DAFTAR PUSTAKA
http://hobi-online.blogspot.co.id/2014/09/makalah-penggunaan-bahasa-baku-dan.html
ConversionConversion EmoticonEmoticon